CILOTEH "CATUIH AMBUIH": Hidup, Pilihan Antara Kesenangan dan Kebahagiaan

 Buka Foto

Oleh BAGINDO ISHAK,  SH., MH., CRBD., CRBC.

Apakah manusia hidup untuk kesenangan atau kebahagiaan? Pertanyaan ini menjadi inti dari perdebatan eksistensial yang terus berlanjut sepanjang waktu. Kesenangan menawarkan kenikmatan sesaat, sedangkan kebahagiaan memberikan makna mendalam yang sering kali melibatkan perjalanan panjang dan penuh tantangan. 

Namun, kenapa kita begitu tergoda oleh kesenangan? Kesenangan, menurut para ahli neuropsikologi, dipicu oleh pelepasan dopamin dalam otak, zat kimia yang menciptakan sensasi puas dan senang. Setiap kali kita menikmati hal-hal seperti makanan lezat, hiburan, atau pembelian barang baru, otak kita merespons dengan memberi rasa puas. Psikolog Paul Dolan menyebut fenomena ini sebagai "dopamine hits," yaitu dorongan alami otak untuk mengejar kepuasan instan. Namun, kepuasan ini bersifat sementara dan sering kali menciptakan siklus ketagihan, di mana kita terus mencari lebih banyak.

Kesenangan Sebagai Komoditas 

Kesenangan tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari tetapi juga dijadikan komoditas dalam masyarakat modern. Berbagai industri—dari hiburan, makanan cepat saji, hingga teknologi digital—berlomba-lomba menawarkan kesenangan instan yang dapat dibeli dengan uang. "Kesenangan adalah pasar yang tak pernah jenuh," kata Daniel Kahneman, penulis Thinking, Fast and Slow. "Manusia cenderung mengutamakan apa yang mudah dan cepat diperoleh, bahkan jika itu hanya memberikan kepuasan sementara." 

Namun, kemudahan mendapatkan kesenangan ini menciptakan jebakan besar. Ketika kesenangan menjadi terlalu mudah diakses, ia sering kali menggantikan kebahagiaan sebagai tujuan hidup. Akibatnya, banyak orang menjadi pencari kesenangan sehari-hari yang tanpa sadar mengorbankan kebahagiaan jangka panjang mereka. 

Kebahagiaan Proses yang Tidak Instan 

Berbeda dengan kesenangan, kebahagiaan membutuhkan kesabaran, pengorbanan, dan kerja keras. Martin Seligman, pelopor psikologi positif, menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati terdiri dari lima elemen utama yang ia sebut sebagai PERMA: Positive Emotions (emosi positif), Engagement (keterlibatan), Relationships (hubungan yang bermakna), Meaning (makna hidup), dan Accomplishment (pencapaian). Semua elemen ini tidak dapat diperoleh secara instan, tetapi membutuhkan waktu dan usaha yang konsisten. 

Kebahagiaan sering kali ditemukan dalam berbagi dan membangun hubungan yang bermakna. Berbeda dengan kesenangan yang sifatnya privat, kebahagiaan melibatkan koneksi dengan orang lain. Profesor Laurie Santos dari Yale University menjelaskan, "Kebahagiaan berasal dari hubungan yang sehat dan tindakan memberi. Ketika kita berbagi dengan orang lain, otak kita melepaskan oksitosin, yang memperkuat rasa koneksi dan kepuasan yang mendalam." 

Mengapa Banyak Orang Terjebak dalam Kesenangan? 

Banyak orang terjebak dalam pencarian kesenangan karena lebih mudah dicapai dibandingkan kebahagiaan. Akses ke kesenangan semakin mudah berkat teknologi dan media sosial yang menawarkan hiburan instan dan ilusi kesuksesan. Selain itu, pola asuh dalam keluarga juga memengaruhi pemahaman seseorang tentang kebahagiaan. Keluarga yang tidak menanamkan nilai berbagi, kerja sama, dan makna hidup sejak dini cenderung melahirkan individu yang lebih terfokus pada kepuasan pribadi. 

Di sisi lain, kebahagiaan membutuhkan lingkungan yang mendukung dan pola hidup yang terarah. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang menekankan kerja sama, tujuan hidup, dan hubungan yang sehat lebih cenderung memahami bahwa hidup bukan hanya tentang memuaskan keinginan instan, tetapi juga tentang menciptakan dampak positif bagi orang lain. 

Mengatasi Jebakan Kesenangan 

Untuk keluar dari jebakan kesenangan, diperlukan perubahan paradigma. Kebahagiaan membutuhkan kesadaran untuk melampaui dorongan instan dan mengejar hal-hal yang memiliki nilai jangka panjang. Dalam kata-kata Aristoteles, "Kebahagiaan sejati adalah hasil dari menjalani kehidupan yang baik dan penuh kebajikan." 

Sebagai manusia, kita harus memilih: apakah akan terus mengejar kesenangan yang sementara, ataukah menjalani hidup yang terarah menuju kebahagiaan yang bermakna? Jawaban ada pada bagaimana kita membangun hubungan, memberi makna pada kehidupan, dan melatih diri untuk bersabar menghadapi perjalanan yang penuh tantangan. Pada akhirnya, kebahagiaan adalah hadiah dari keberanian untuk hidup melampaui egoisme pribadi. 

Padang, 10 Januari 2025.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال