Yeyen Kiram.
Laporan YEYEN KIRAM, Wartawan dan Sastrawan
PADANG, AjarDetik.com --Minggu (1/12/24) sore tanpa udara panas sebagaimana biasa, namun tidak juga mendung, di kota ini.
Halaman mesjid tua bersejarah, yang sudah berusia ratusan tahun, yakni Mesjid Muhammadan, di kawasan Pasa Batipuah, Kota Padang, sejak siangnya sudah membludak dipenuhi ratusan orang warga kota, yang hendak mengikuti ritual atau prosesi acara tahunan, SERAK GULO.
Tidak hanya dihadiri oleh warga dari keturunan etnis India saja, juga dari etnis lainya, serta para jurnalis, yutuber, blogger, dan beberapa fotografer pun ikut berkerumun memenuhi jalanan.
Maksudnya Serak Gulo adalah, membagikan dengan cara menyerakan gula pasir putih yang dibungkus kain perca warna-warni. Lalu secara bersama-sama diserakkan ( dibagi-bagikan) kepada segenap warga yang hadir.
Fotografer dan warga antusias untuk abadikan ritual Serak Gulo. (Foto Yeyen Kiram)
Tradisi ini merupakan tradisi dari masyarakat komunitas muslim India Tamil yang ada di Padang.
Acara ini dilaksanakan setiap 1 Jumadil Akhir tahun kalender Islam, di kawasan Pasa Batipuah yang sudah dikenal sejak berabad lampau, dahulunya sebagai pusat perdagangan rempah-rempah dari pantai Barat Sumatera, dan salah satu kawasan masyarakat keturunan India bermukim di kota ini.
Tradisi ini menunjukkan bagaimana Islam yang dikembangkan oleh Syekh Souhul Hamid, salah satu waliyullah dari Tamil, Nadu Chennai, telah mengembangkan syiar Islam hingga ke Nusantara. Simbol gula adalah, berarti manisnya ilmu jika dibagi-bagikan.
Menurut penuturan dari salah seorang tetua masyarakat Tamil ini, S. Rajid yang sempat saya temui, tradisi Serak Gulo ini sudah berlangsung lebih 200 tahun lamanya. Dan hanya diselenggarakan di Padang dan Tamil sendiri.
Kemaren saya beruntung bisa hadir bersama masyarakat banyak, hadir bersama-sama mengikuti tradisi ini.
Sebelumnya, gula yang disediakan untuk acara ini mencapai hampir 5 ton, merupakan sumbangan dari para donatur dan dermawan setempat. Gula dibungkus oleh kain perca warna-warni. Masing-masing hampir seberat 200gram per bungkus, untuk diserakkan. Sehingga sebagaimana kata panitia, jumlahnya mencapai 25 ribu bungkus.
Pejabat Walikota Padang Andree Algamar ketika berikan sambutan.(Foto Yeyen Kiram)
Acara dimulai dengan beberapa pidato pembukaan dari pejabat yang hadir dan diundang. Kemudian, pemasangan bendera-bendera berwarna hijau dalam bentuk segitiga.
Lalu diteruskan dengan mendo'akan gula yang akan dibagikan agar menjadi berkah. Kemudian "di-asami" d imana karung gulanya diberi percikan air asam sundi sembari merapal doa-doa. Setelah berdo'a bersama, dan barulah tiba di puncak acara, menyerakkan gula.
Agar lebih tertib, panitia membagi tiga titik tempat penyerakkan, sehingga massa tidak berkumpul di satu space saja.
Saya memang tak bisa ikutan masuk bersama massa yang bercampur baur, memperebutkan bungkusan gula yang berlemparan. Namun dasar rejeki, selalu ada saja bungkusan gula yang jatuh dan tiba di kaki. Ya inilah, namanya rejeki.
Bagi masyarakat setempat, percaya bahwa memperebutkan bungkusan gula, lalu mendapatkanya, akan membawa keberkahan tersendiri. Terutama bagi yang belum dapat jodoh, atau belum ada pekerjaan, dan persoalan lainya, diyakini keberkahan akan segera hadir jadinya.
Semoga, beberapa bungkus gula yang jatuh menimpuk saya, pun memberi keberkahan dalam hidup berikutnya.
Manisnya gula, kan mencurah bersama manisnya hari-hari mendatang, lebih baik lagi. Aamiin.
Berkarung-karung gula sebelum diserakkan. (Foto Yeyen Kiram).