Menulislah, Agar Tidak Menjadi Kampus Masa Bodoh


 

Oleh YURNALDI

Penulis dan Editor Buku, Mentor Jurnalistik dan Literasi, Sastrawan dan wartawan utama,Pemimpin Redaksi sejumlah Media Cetak dan Daring. Editorial/Wartawan KOMPAS (1995-2011). Penerima Anugerah Literasi dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (2018).

 

“Kampus Masa Bodoh”. Demikian judul artikel utama  di harian KOMPAS, 23 September 2024, yang ditulis Fathul Wahid. Sebuah kritik keras atas keberadaan kampus yang merupakan rumah para intelektual  yang dituntut untuk turut serta memikirkan kondisi republik.  Namun, kini kampus membisu ketika penyalahgunaan kekuasaan terjadi dalam banyak aspek penyelenggaraan negara.

Benarkah intelektual  kampus masa bodoh ketika berbagai penyalahgunaan kekuasaan terjadi secara terang benderang? Jika benar, Anda bisa berikan argumentasi lain. Jika tak benar, berikan pula argumentasi Anda.

Anda mungkin ingin menanggapi tulisan tersebut, tapi bagaimana caranya agar opini Anda layak KOMPAS? Jika KOMPAS dinilai “terlalu berat” menembusnya –sebagaimana dikeluhkan banyak pakar dan intelektual kampus, setidaknya oponi Anda bisa dimuat media massa lain.

Ini kesempatan emas dan langka yang harus Anda manfaatkan. Saya akan berbagi pengalaman menekuni profesi menulis selama hampir 40 tahun, sejak 1985 sampai sekarang. Saya sudah menulis ribuan opini, menulis/editori hampir 50 buku, melatih ribuan dosen, guru, wartawan, mahasiswa, dan siswa. Juara belasan kali dalam berbagai kompetisi menulis tingkat nasional, juga pengalaman jadi juri kompetisi menulis. Bahkan, berkesempatan menghadiri pertemuan penulis dunia di London, bersamaan dengan London Book Fair, tahun 2012.

Mungkin, karena itu Universitas Islam Negeri Batusangkar mengundang saya untuk berbagi pengalaman. Terimakasih, atas kesempatan ini.

Opini di Media Massa

Anda pernah membaca koran Rakyat Sumbar? Padang Eskpres, Haluan, Singgalang, KOMPAS, Republika, Media Indonesia, dan ratusan media cetak lain? Jika pernah, maka Anda pasti kenal; rubrik “Komentar” dan “Opini” di Singgalang; rubrik “Teras Utama” dan “Opini” di Padang Ekspres, halaman “Opini” di Haluan; halaman “Opini” KOMPAS; rubrik “Resonansi” dan “Opini” di Republika. Bisa juga halaman “Kolom” di suatu majalah. Semua tulisan yang byline (mencantumkan nama penulis) tersebut adalah esai. Kecuali “Tajuk” atau “Tajuk Rencana” atau “Editorial”, tidak mencantumkan nama penulis.

Bahkan, saya pernah menulis esai/Opini di rubrik “Filsafat Haluan” berjudul “Gamawan Comeback, Cagub Lain Tasimbek”. Opini di www.portalberita.com dengan judul “Bercakak di Ruang Sidang” (  https://www.portalberitaeditor.com/bercakak-di-ruang-sidang/ dan berapa esai jurnalistik di rubrik “Teras Utama” harian Padang Ekspres, antara lain “Jurnalisme Clickbait dan Keprihatinan Presiden”.

Jadi, sebenarnya esai itu adalah tulisan artikel, tulisan opini yang subjektif ataupun argumentatif. Pandangan-pandangan pribadi atau opini yang disajikan haruslah logis dan bisa dipahami dengan baik. Argumentasi yang disampaikan di dalam esai juga harus didukung dengan fakta, sehingga esai tersebut tidak menjadi tulisan yang fiktif maupun imajinatif dari penulis.

Esai bukan karangan fiksi yang dominan imajinasi. Karena bukan karangan fiksi, tentu saja esai itu masuk kategori tulisan ilmiah populer. Hanya saja penempatannya di media cetak atau di media daring pada rubrik tertentu seperti yang saya paparkan pada awal tulisan.

Kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), esai itu adalah sebuah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas dari sudut pandang pribadi penulisnya. Artinya, esai itu adalah sebuah karangan non-fiksi yang membahas suatu pokok masalah tertentu misalnya seperti isu politik, ekonomi, kesehatan, lingkungan, budaya, atau hal lainnya serta mengambil sudut pandang dari penulis yang berperan sebagai pengamat atau praktisi.

Ringkas kata, esai adalah sebuah tulisan opini yang membahas sebuah peristiwa atau wacana terkini yang menarik perhatian penulis. Dalam esai itu penulis berusaha meyakinkan pembaca terhadap pendapat atau penilaian atau gagasan beserta solusi yang dimiliki oleh penulis terkait dengan suatu kondisi, fenomena, masalah, atau objek tertentu.

Artikel yang dimuat di media cetak (koran dan majalah) dikategorikan sebagai esai informal. Sedangkan yang dimuat di media berkala seperti jurnal, dikategorikan sebagai esai formal atau esai akademik. Esai akademik adalah sebuah esai yang bersifat argumentatif, yaitu esai yang memberikan sudut pandang terhadap suatu persoalan berdasarkan tinjauan pustaka atau penelitian.

Bedanya secara teknis, antara lain; esai informal sedikit menggunakan kata-kata atau istilah ilmiah. Kalau pun ada, diupayakan dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Sedangkan esai formal (esai akademik), seperti yang kita cermati dalam jurnal hasil penelitian, memiliki teknis penulisan yang baku; ada abstrak dalaman bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, ada pendahuluan, ada tinjauan kepustakaan, pembahasan, dan penutup berupa kesimpulan dan saran/rekomendasi. Juga dilengkapi dengan daftar pustaka.

Dari ciri-cirinya, juga bisa kita lihat beda esai informal dengan formal. Kalau esai informal panjang tulisan pada kisaran 350 kata sampai 750 kata. Pada media cetak tertentu, panjang tulisan esai bisa sampai 1.200 kata sampai 1.500 kata, sesuai ruang yang disediakan. Sedangkan esai formal, panjangnya bisa 3.000 kata sampai 5.000 kata.


Buku Jawara Menulis Artikel dan Buku Esai Jurnalistik karya Yurnaldi berjudul Kritik Presiden dan Jurnalisme Hoax (Kasiangan, 2018).

Sumber Ide Menulis

Ide ibarat mata air, yang tak akan pernah kering. Bagi seorang penulis sumber ide begitu banyak. Bisa dari pengalaman dan pengetahuan pribadi, bisa dari pengalaman orang lain, bisa media massa, bisa juga alam terkembang jadi ide menulis. Bisa juga peristiwa peristiwa alam yang datang dari Allah SWT.

Kalau ada yang bilang, “Saya tak punya ide,” itu pertanda orang yang tak bersyukur dan tak berterima kasih.

Sebuntu-buntu “tak menemukan ide”, misalnya, Anda jadikan saja hari-hari besar sebagai ide menulis. Bulan Oktober ada hari besar apa saja? Ada Hari Kesaktian Pancasila (1 Oktober), Hati Batik Nasional (2 Oktober), Hari Tentara Nasional Indonesia (5 Oktober), Hari tata Ruang Nasional (8 Oktober), Hari Dokter Indonesia (24 Oktober), Hari penerbangan Nasional dan Hari Listrik Nasional (27 Oktober), Hari Sumpah Pemuda (28 Oktober).

Sebenarnya, dari ruangan dan pelatihan ini saja, sudah banyak ide menulis bagi Anda. Nanti, dalam praktik menulis, silakan Anda paparkan.

Bagaimana menuliskannya

Tahap berikutnya Anda tinggal menuliskan gagasan Anda dari judul yang sudah Anda tetapkan. Lantas bagaimana format dalam penulisan artikel/esai (ilmiah informal) karena dibatasi panjang tulisan itu?

Jika Anda sering membaca artikel di suatu media cetak atau ada juga di media daring, maka sedikit-banyak Anda akan paham format atau kerangka artikel/esai itu seperti apa.

Saya baru 40 tahun menulis artikel/esai dan pernah dimuat lebih 80 media masa. Pengalaman menulis ribuan artikel/esai itu saya paparkan dengan gamblang dalam buku Jawara Menulis Artikel (Penerbit IV Media, 2013) dan Wartawan & Penulis Diperhitungkan: Menang dalam Kompetisi (Penerbit Rumahkayu Pustaka Utama, 2021).


Buku Serial Jurnalistik Wartawan Hebat karya Yurnaldi. yang menjelaskan secara rinci bagaimana jurus jitu menulis artikel/esai menang lomba.

Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

Batang tubuh sebuah esai/artikel itu meliputi Pendahuluan, biasanya menjabarkan apa persoalan mendasar dan atau akar masalah dari sesuatu yang hendak kita tulis. Berisi penjabaran dan alasan tertentu yang melatarbelakangi penulis mengangkat isu/masalah/wacana tersebut.

Pada artikel/esai yang diperuntukkan untuk media cetak dan atau media daring, kata “Pendahuluan” itu tidak dituliskan dalam tulisan. Beda dengan esai formal untuk jurnal, harus diterakan.

Pembaca sudah paham bahwa pada bagian-bagian alinea awal sebuah artikel/esai, pastilah itu bagian pendahuluan.

Kemudian, setelah bagian pendahuluan, dilanjutkan bagian substansi isi/pembahasan. Pada bagian ini penulis memaparkan hasil pengamatan, bacaan, dan analisis dari gagasan yang ditulis. Karena ini versi penulis, tentu saja subyektif.

Agar kerangka sudut pandang menjadi lebih luas, sebaiknya argumentasi didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan. Bukti-bukti tersebut dapat dikutip dari pernyataan pakar melalui buku, jurnal atau artikel lain yang terkait. Argumentasi juga dapat diperkuat dengan menguraikan kasus atau contoh yang terjadi dalam kehidupan nyata.

Terakhir, bagian penutup atau kesimpulan. Setelah dibahas dengan dasar argumentasi yang tajam, padat, dan solutif, maka pada bagian penutup itu dipaparkan apa yang menjadi kesimpulan. Jangan mengulangi kalimat/uraian apa yang sudah kita tulis sebelumnya.

Walaupun tanpa menerakan kata “Pendahuluan”, “Pembahasan”, dan “Keseimpulan” sebagai subjudul, namun dalam penulisan bagaimana kalimat dari satu alinea ke alinea lain runtut, memiliki urutan yang jelas dan enak dibaca.

Dalam kasus penulisan artikel/esai formal untuk jurnal biasanya penulis juga dituntut untuk menyertakan daftar pustaka atau referensi.

Sebelum karya dikirim, jangan lupa membaca ulang. Jika perlu minta keluarga, teman, guru untuk membacanya dan minta masukan. Mungkin saja ada koreksi atas kesalahan ejaan, kata, kalimat, paragraf dan lainnya. Setiap paragraf esai terdiri atas dua bagian yaitu tesis dan argumentasi. Tesis merupakan gagasan atau kalimat utama dari paragraf, sedangkan argumentasi adalah alasan-alasan atau bukti pendukung kalimat utama tersebut.

Sebuah artikel/esai harus ditulis secara logis dan mudah untuk dipahami. Pilihlah kosakata yang baku dan hindarilah penggunaan kata-kata yang subjektif dan memiliki muatan emosional. Objektivitas penting untuk menguraikan ide penting untuk membuka ruang diskusi atau gagasan-gagasan baru lainnya. 

Soal gaya penulisan, itu bisa bersifat pribadi. Penulis yang sudah matang dan mahir, pasti punya gaya penulisan yang khas pada artikl/esainya.

Agar lebih paham benar, ada buku kumpulan esai yang bisa Anda cermati, seperti buku Esai Jurnalistik yang saya terbitkan tahun 2018, atau buku Esai Kearifan Pemimpin karya Sukardi Rinakit tahun 2009.


 Mengapa Artikel Ditolak?

Jika artikel Anda ditolak, jangan berkecil hati, apalagi patah hati. Masih ada kemungkinan dimuat di media lain. Jika tidak juga dimuat, maka kemungkinan yang terjadi adalah:

1.      Topik atau tema yang disajikan tidak aktual.

2.      Penyajiannya berkepanjangan dan bertele-tele. Mungkin ada kecualinya, berkepanjangan tapi benar-benar menarik, pemikiran orisinal dan dilengkapi penyajian data dan fakta yang diverifikasi.

3.      Cakupan bahasan terlalu mikro atau lokal.

4.      Konteks yang disajikan kurang jelas, tidak fokus.

5.      Bahasa yang digunakan mungkin saja “terlalu tinggi”, terlalu ilmiah, terlalu akademis, kurang populer dan sulit ditangkap masyarakat umum.

6.      Karena uraiannya terlalu sumir.

7.      Penyajian dan gaya tulisannya seperti menulis pidato, menulis makalah, atau menulis bahasan kuliah.

8.      Bila kutipan sumber yang diambil kurang jelas.

9.      Terlalu banyak kutipan, sehingga tulisan hanya berisikan kumpulan kutipan dan tidak memunculkan pendapat Anda sendiri.

10.  Tulisan tidak menang karena alurannya tidak runut, ide meloncat-loncat.

11.  Struktur tulisan tidak teratur.

12.  Penulisannya tidak obyektif, menyanjung berlebihan dan tidak berani melakukan kritik.

13.  Analisis kurang tajam dan kurang mendalam.



Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال