Tari Asok dari Tungku, Karya Terbaru Maestro
Ery Mefri untuk Bali (Foto Richo)
Oleh YURNALDI, Wartawan Utama
Seorang penari lelaki duduk bermenung dengan satu kaki di atas gandang (tabuhan), yang menopang tangan kananya yang tengah mengusap kepala. Sayup-sayup terdengar seolah-olah suara ratapan, Dumpiang Pariaman, seorang perempuan yang diiringi “lambok malam” saluang Pauah. Penonton seakan digiring ke suasana tradisi kesenian Minangkabau yang kental, syahdu dan suasana malam yang merindu.
Begitulah, 10 menit pertama penonton –yang umumnya wartawan berbagai media, seperti disuguhkan sesuatu yang masih jadi tanda tanya. Bagaimana Minangkabau sekarang? Bagaimana karakter alamnya setelah porak poranda dihantam bencana? Adakah karakater alamnya yang indah memesona tapi dibaliknya ada bahaya, bisa memengaruhi dan mengubah proses berkesenian dalam masyarakatnya yang berfilosofikan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah? Bagaimana situasi sosial di Minangkabau terkini? Semua, seolah menunggu jawaban.
Koreografer Ery Mefri yang seorang maestro di Indonesia itu, dalam setiap karyanya selalu mempertanyakan pertanyaan, memberikan pandangan kritis terhadap situasi sosial Minangkabau, bahkan mengabarkan kecemasan tentang keberadaan tigo tungku sajarangan yang tak lagi membentuk relasi harmonis dalam kehidupan.
Ery Mefri dan Yurnaldi (Foto Richo)
Dalam karya tari berjudul Asok dari Tungku, koreografi bercerita yang berdurasi 70 menit dan didukung 10 penari, yang dipentaskan Sabtu (18/7/2024) malam di Gegung Pertunjukan Manti Menuik di markas Nan Jombang Dance Company, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, Ery Mefri yang sudah berkarya selama 40 tahun dan sudah pentas puluhan kali di sejumlah negara di dunia,-- dan selalu mendapat apresiasi yang luar biasa dari penonton serta pelaku seni di mancanegara, menggambarkan tiga pilar nilai yang dipegang teguh masyarakat Minangkabau.
Asok dari Tungku adalah pandangan kritis Ery terhadap situasi sosial di Minangkabau, yang seolah sudah tak harmonis lagi; bagaimana relasi manusia dengan manusia (ninik mamak), manusia dengan alam (cadiak pandai), dan manusia dengan pencipta (alim ulama). Ery membayangkan ketiganya ibarat kayu-kayu dalam perapian yang bergesekan dan memercik nyala api untuk memroses kehidupan. Gesekan di antara ketiganya bukan pertentangan yang menghancurkan, meliankan menghasilkan daya yang menjadi inti kehidupan. “Asok atau asap yang mengepul dari gesekan ini,” kata Ery Mefri, “adalah penanda kehidupan yang masih terus dimasak.”
Sala satu adegan koreografi Asok dari Tunggu (Foto Richo)
Tari Asok dari Tungku memberi tatapan kritis atas pemahaman relasi nilai, warisan budaya dan kenyataan mutakhir dalam masyarakat, khususnya yang berkembang di Minangkabau. Dengan silek, ia bicara tentang ketegangan antara tradisi dan percepatan yang acuh pada filosofi bumi yang dipijaknya. Dengan dendang –dari Dumpiang Pariaman hingga Lambok Malam Saluang Pauh, si Jobang sampelong Payakumbuah dituturkan segala nilai yang baik bagi kehidupan manusia. Dan tabuhan menjadi kekhasan Nan Jombang, adalah tanda dan penanda relasi tubuh para penari dan peristiwa yang mereka alami.
Pertunjukan koreografi bercerita Asok dari Tungku karya Ery Mefri dan Nan Jombang Dance Company, walau belum pertunjukkan yang sebenarnya utuh, tapi masih proses latihan, penonton dilihatkan banyak hal dalam upaya menyelami masa lalu untuk masa depan. Karya terbaru Ery Mefri ini bisa menjadi dialog karya dengan situasi kesenian itu sendiri. Bisa pula menjadi pengingat marabahaya bahkan ketika melihat proses asap memudar, maka nyala api meredep, kayu mengendur satu sama lain. Dan ancaman atas harmoni, keterkaitan manusia dengan tradisi dan alamnya, mengintai di setiap jarak yang kita ambil hari ini.
Tari Asok dari Tungku. (Foto Yurnaldi)
Pentas Miring dan Multimedia
Saat dialog dengan wartawan, Ery menjelaskan, koreofragi bercerita berjudul Asok dari Tungku yang akan ditampilkan pada Indonesia Bertutur tanggal 14 Agustus 2024 mendatang di Nusa Dua, Bali, pentasnya tidaklah datar, tetapi miring. Selain itu juga pakai multimedia.
Tampil pertama kali 20 tahun lalu di Nusa Dua dalam acara Indonesian Performing Arts Mart (IPAM) pada tahun 2004, kini 2024 adalah penampilan yang kedua dengan karya terbaru. “Prosesnya sudah berlangsung selama Covid-19 dan koreografinya merupakan kelanjutan/pengembangan koreografi Salam Tubuh Pada Bumi,” jelas Ery Mefri yang didampingi Manajer Nan Jombang Dance Company, Angga Mefri. Angga Mefri juga merupakan penari utama, sekaligus pendendang.
(Foto Yurnaldi)
Usai pentas di Nusa Dua Bali, Ery Mefri dengan Nan Jombang Dance Conpany juga sudah ditunggu pementasannya di Taipei East Cost Land Arts Festival (TECLAND) Taiwan, dengan menampilkan karya tari Salam Tubuh Pada Bumi, tanggal 21 Agustus 2024.
“Setelah tampil di Bali, pulang dulu ke Padang, baru kemudian berangkat lagi ke Taiwan,” ujar Angga Mefri. Angga menjelaskan, persiapan untuk tampil di kedua iven yang bergengsi tersebut, Nan Jombang terus melakukan persiapan dan latihan-latihan penyempurnaan terhadap karya tari Asok dari Tungku dan Salam Tubuh Pada Bumi.
(Foto Yurnaldi)
Permintaan dari panitia sudah jauh-jauh hari, yakni semenjak pertengahan tahun 2023. Dan memulai latihan pada September 2023. “Jadi Nan Jombang mempersiapkan penampilan pada kedua iven ini sudah jauh-jauh hari. Semenjak tahun 2023. Dan semuanya berproses. Itulah yang menjadi filosofi Nan Jombang selama ini,” terang Angga.
Agar penampilan bisa sempurna, pihak Nan Jombang selalu berkoordinasi dengan panitia di Bali maupun di Taiwan. Bahkan, untuk tampil di Bali, latihan yang dilakukan mengikuti arahan dari pihak panitia, di mana kondisi panggung disesuaikan dengan yang di Bali.
“Maka dibuatlah panggung di Ladang Tari Nan Jombang menyerupai panggung di Bali, dengan mengubah panggung yang selama ini ada,” tukas Angga.
Sementara itu, Ery Mefri menambahkan bahwa pada iven di Nusa Dua Bali ada 6 maestro yang akan tampil. “Ada Garin Nugroho dan dari Thailand juga. Sedang Nan Jombang menjadi pembuka dari iven di Bali ini,” ujar Ery.
Ery Mefri menambahkan, pada penampilan di Bali tahun 2004 inilah Ery bertemu dengan Andrew Ross, Direktur Brisbane Powerhouse, yang mengelola sebuah gedung pertunjukan ternama di Australia, yang tertarik dengan penampinan Nan Jombang, dan kemudian mengundang untuk tampil di Australia.
“Di sinilah Nan Jombang mulai melanglang buana ke berbagai negara,” kenang Ery. “Tuhan tidak pernah bohong. Bekerja keras lah kamu, maka Tuhan akan memberikan ganjaran yang sesuai dengan yang kamu dikerjakan,” pungkas Ery.
(Foto Yurnaldi)
Mudah-mudahan, kata Ery yang kelahiran Saniangbaka, Solok, tahun 1958, setelah dilanda Covid-19, sekarang saatnya di tahun 2024 ini, Nan Jombang mendapatkan “kesempatan kedua” untuk bisa terus menampilkan karya-karya tari kontemporer, bukan di Indonesia saja, bahkan ke mancanegara juga.
Mengenai karya terbarunya Asok dari Tungku dan Salam Tubuh Pada Bumi, Ery menyampaikan bahwa proses penciptaannya tetap berpijak pada gerakan-gerakan tari yang ada di Minang. Dan pada setiap tari itu, ada filosofi yang mengikuti alur ceritanya, yang tidak jauh dari kehidupan sehari-hari yang diamati oleh Ery.