Aprilia dan salah satu karyanya. (Foto Muharyadi)
Oleh MUHARYADI
Sejak meninggalkan Sumatera Barat, pelukis otodidak urang awak Aprililia (23 th) asal Pasaman Barat yang hampir setahun lalu bertualang memperdalam ilmu melukis ke Yogayakarta selama tiga bulan lebih dan kemudian pindah ke Bali, mengantar karya-karya lukisnya mengalami banyak kemajuan terutama dari isian karya yang kian memesona dan menghipnotis mata publik
Betapa tidak, gadis cantik yang pernah kuliah di STKIP PGRI Gunung Pangilun Padang dan bergabung bersama komunitas “Dangau Studio” pimpinan Budi Irwandi di Belimbing kota Padang beberapa tahun tersebut amat terasa genre karya-karyanya melalui goresan-goresan liar ekpresionistik itu tak bisa dipisahkan dari keuletan dan kegigihannya untuk melahirkan karya-karya bermuatan seperangkat nilai-nilai di dalamnya.
Karya Lily, Campuran arang di atas kertas 110 x 82 cm, 2023
Tak salah misalnya dalam pameran tunggalnya di Bali, persisnya berlangsung sejak 18 Desember 2023 hingga 7 Januari 2024 kemarin, di Arma Museum Resort Jalan Raya Pengosekan Nomor 108, Ubud, Gianyar, Bali karya-karyanya kembali menjadi perbincangan pengunjung yang datang ke ruang pameran.
Sama seperti saat berada di Padang beberapa tahun silam, Lily demikian panggilan akrabnya, menurut kurator pameran Alexander Goetz senantiasa bereksperimen dengan berbagai media lukis menggunakan tinta China, arang, dan cipratan akrilik gelap di atas kertas yang ia siasati dalam guna pencapaian nilai nilai artistik dan estetik karya.
Ruang Pameran Museum Arma Resort Bali dengan sederetan karya Lily
Gambar-gambarnya yang tanpa judul bersumber dari gambar-gambar interpretasi literal hingga gambar-gambar lain yang ambigu dan ditentukan oleh serangkaian makhluk hidup dan komposisi abstrak. Penampilan burung dan hewannya sangat puitis dan indah. Gambaran konflik menggambarkan binatang dalam konfrontasi yang dinamis. Komposisi lucu Lili memicu tanggapan gembira pengunjung.
Saat ditemui pelukis kelahiran kelahiran Simpang Ampek, Pasaman 19 April 2000 itu di kediamannya, Galeri 101, Ubud Bali, Selasa (9/01/24) petang, ia merasa terharu mendapat tawaran berpameran tunggal menampilkan 15 karya hitam putih dengan serangkaian fenomena sosial yang ia tangkap selama lebih kurang tujuh bulan berada di Bali.
Terasa sekali karya-karya Lily sangat berani dalam ranah ekspresif. Tarikan garis demi garis dari kuasnya dibiarkan mengalir begitu saja dan kadang tidak ditutupi yang tampak naif dengan pertimbangan komposisi ekspresi secara imajinatif.
Itu semua tentulah di dasari pencapaian melalui kegigihan dan keuletan pelukis Lily selama ini mencari idiom-idiom baru.
Karya Lily, Campuran arang di atas kertas 110 x 82 cm, 2023
Lihat misalnya sederetan gambar Lily dari lima belas karya hitam putih tanpa judul yang tampil dengan ukuran dan bahan yang sama dibuat tahun 2023 lalu, terasa betul coretan garis-garisnya yang liar, bebas tanpa beban dalam menumpahkan emosi dan sensasi dirinya untuk direpresentasikan menggunakan kuas atau alat lain yang bebas dimanfaatkan.
Sebagaimana diutarakan kurator Alexander Goetz melalui pameran tunggal Lily ini, berbekal ilmu melukis dan menggambar semasa di Dangau Studio diperkuat pula pendidikan Informatika di semasa studi di STKIP PGRI Padang Lily mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip ilmu komputer dan analisis matematis pada desain, pengujian, pengembangan, dan evaluasi sistem operasi, perangkat lunak, dan kinerja komputer. Karena rasa keingintahuan yang melekat pada pikiran Lily yang cerdas merupakan pintu gerbang menuju praktik artistiknya melahirkan karya-karyanya selama ini.
Berbekal dan bermula dari Sumbar
Kemampuan Lily untuk berkarya hingga ia mampu berpameran tunggal seperti sekarang ini tentulah di dasari penjelajahan kreatrivitasnya saat masih bersama teman-teman seniman dan komunitas Dangau Studio dalam beberapa tahun belakangan di Sumbar.
Kita catat misalnya saat Covid-19 berlangsung Lily bersama komunitas Dangau Studio telah berhasil menjaring puluhan bahkan anak-anak muda berbakat, meskipun sebagian diantaranya tidak memiliki latar belakang pendidikan seni melalui aktivitas terapy seni.
Dengan wajah berseri seri Lily menuturkan,terapi seni bukan semata untuk mengisi waktu luang, melainkan juga memiliki dampak secara psikologis dari kombinasi antara teknik-teknik terapi psikologis dan proses kreatif untuk memanfaatkan proses kreatif guna membantu mengeksplorasi diri dalam menghadapi beragam permasalahan yang muncul pada masing-masing individu melalui aktivitas melukis, menggambar, membuat sketsa, serta bermain musik melibatkan anak-anak muda usia peserta didik SMA/SMK dan mahasiswa perguruan tinggi di Sumbar. Secara bersamaan Lily pun terus menekuni dan menggali dunia seni rupa selain menekuni pendidikan di STKIP PGRI Padang.
Karya Lily, Campuran arang di atas kertas 110 x 82 cm, 2023
Lily anak kedua dari tiga bersaudara buah perkawinan Gusman (ayah) dan Guslina (ibu) mengaku meski tidak menempuh pendidikan seni secara formal ternyata melalui berbagai aktivitas yang diikutinya dengan teman teman seniman di Sumbar selama ini mangaku senang dapat menimba ilmu dalam menekuni dunia seni rupa melalui lintas pergaulannya di luar aktivitas rutin di kampus.
Alhamdulillah ujar Lily. Ini semua itu dikarenakan adanya dorongan para senior semasa di Sumbar sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam seni dan budaya. Karena bicara soal seni, pada prinsipnya semua manusia memiliki jiwa seni secara individual sesuai kadar dan kapasitas masing-masing kemudian menyalurkan dan mengekspresikan ke publik dengan seperangkat nilai-nilai yang mucul.